RUU TNI Telah Disahkan, Sinyal Menguatnya Militerisme

jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - DPR RI telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada Kamis (20/3), meski mendapat penolakan dari kalangan akademisi dan masyarakat sipil.
Sejumlah akademisi dari berbagai kampus di Yogyakarta mengkritik pengesahan RUU TNI karena dianggap akan mengembalikan militerisme seperti pada masa Orde Baru.
Ketua Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie menilai pengesahan RUU TNI berpotensi mengembalikan otoritarianisme seperti saat rezim Presiden Soeharto berkuasa.
“Menguatnya ambisi untuk memperluas pos-pos jabatan militer dalam posisi strategis pemerintahan sipil tidak lain menjadikan tentara sebagai bumper untuk melindungi kekuasaan presiden dari kritik dan kebebasan berbicara dari masyarakat sipil,” kata Gugun dalam keterangannya kepada JPNN.
Menurut Gugun, perluasan jabatan militer dalam ruang masyarakat sipil adalah kemunduran supremasi konstitusi dan demokrasi.
Salah satu amanat reformasi 1998 adalah mengembalikan tentara ke dalam fungsi militerisme yang profesional dan mempersempit ruang-ruang di luar domain militer.
“Rezim hari ini sudah memberi sinyal menguatnya dwifungsi ABRI karena memasukkan militer aktif dengan jabatan ganda tanpa meminta mundur para tentara dari militer aktif. Dwifungsi ABRI jelas menabrak prinsip equality before the law dan menabrak asas good government,” ucapnya.
Oleh karena itu, Gugun meminta masyarakat sipil, akademisi, agamawan dan mahasiswa berjuang di Mahkamah Konstitusi untuk melawan kejahatan legislasi dalam pengesahan Revisi UU TNI yang minim transparansi dan partisipasi.
Sejumlah akademisi dari berbagai kampus menilai bahwa RUU TNI yang sudah disahkan bepotensi mengembalikan rezmim militerisme seperti saat Orde Baru.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News