RUU TNI Telah Disahkan, Sinyal Menguatnya Militerisme

Dalam RUU TNI yang sudah disahkan, setidaknya ada tiga hal penting yang diubah oleh pemerintah dan anggota dewan.
Pertama, memperluas cakupan tugas pokok TNI, yang kini mencakup 17 tugas, termasuk penanganan ancaman siber dan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Sebelumnya, jumlah tugas pokok TNI hanya 14.
Kedua, jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif TNI meningkat dari 10 menjadi 16. Ini termasuk penambahan lembaga seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Ketiga, perubahan terkait batas usia pensiun prajurit TNI.
Sebelumnya, skademisi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Serikat Pekerja Kampus (SPK) juga menyatakan bahwa pengesahan RUU TNI telah melanggar HAM dan memberangus kebebasan akademik.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Herlambang P. Wiratraman mengatakan sejak awal revisi UU TNI saat ini terkesan sedang dikebut agar bisa segera disahkan.
“Prosesnya ugal-ugalan dan tidak mendengar partisipasi publik,” kata Herlambang.
Secara umum, ada enam hal menjadi dasar para akademisi itu menolak pengesahan RUU TNI.
Sejumlah akademisi dari berbagai kampus menilai bahwa RUU TNI yang sudah disahkan bepotensi mengembalikan rezmim militerisme seperti saat Orde Baru.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News