PMKRI Jogja: Konsesi Tambang untuk Ormas Melanggar UU Minerba
Ia menyebut peraturan ini memiliki risiko teknis hingga mekanisme lelang WIUPK yang menjadi kekhawatirannya.
Ketua Presidium PP PMKRI Tri Natalia Urada bahkan meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan PP 25 tahun 2024.
Tri mengatakan PMKRI ingin menjaga independensi sebagai sebuah organisasi keagamaan. Menurut dia, PMKRI akan tetap mengkritisi berbagai persoalan di sektor industri pertambangan.
"Jika merujuk pada data dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), saat ini terdapat 7.993 izin mineral dan pertambangan (Minerba) dengan luas 10.406.060 hektare," kata dia dalam keterangan pers yang diterima JPNN.Com.
Tri mengatakan bahwa banyak operasi pertambangan yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar.
"Atas nama kemajuan ekonomi, pembukaan lahan skala besar justru mencemari air, udara, dan laut yang berdampak pada terganggunya kesehatan warga, kerusakan pangan lokal, terutama sekitar tapak tambang. Jadi, jika PMKRI turut terlibat dalam urusan tambang, ini sama halnya kami melestarikan persoalan-persoalan yang ada dan akan sangat paradoks dengan kerja-kerja yang kami lakukan selama ini, yaitu menjaga kedaulatan lingkungan," ujar dia.
Tri menambahkan bahwa pemerintah harus merevisi PP 25 tahun 2024 karena kebijakan itu berpotensi menambah masalah di sektor pertambangan.
"Kami menilai rencana ini juga akan berisiko menimbulkan konflik agraria baru dengan masyarakat dan mempertajam ketimpangan sosial. Berdasarkan data KPA, sepanjang 2023, tambang menyebabkan 32 letusan konflik agraria di 127.525 hektar lahan dengan 48.622 keluarga dari 57 desa terdampak tambang," ujar dia. (mcr25/jpnn)
PMKRI Yogyakarta menolak kebijakan pemerintah yang memberikan konsesi kepada ormas keagamaan untuk mengelola tambang.
Redaktur : Januardi Husin
Reporter : M. Sukron Fitriansyah
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News