Soal Isu Korupsi Dana Honorarium, Begini Kata Mahkamah Agung
"Pernyataan IPW bahwa yang didistribusikan hanya sebesar 74,05 persen adalah tidak benar karena penghitungan tersebut semata-mata didasarkan pada penjumlah data yang tersaji dalam memorandum Panitera MA kepada hakim agung. Memorandum tersebut hanya memuat daftar penerima HPP yang ada dalam kamar, sedangkan penerima alokasi HPP lainnya tidak dimuat dalam memorandum tersebut," kata dia.
Selain itu, menurut Suharto, MA juga membantah tudingan IPW yang menganggap seluruh perkara yang diputus pada 2022 dan 2023 dianggap diberikan HPP.
Anggapan tersebut, kata dia, tidak benar sebab untuk tahun 2022 HPP hanya diberikan atas penyelesaian perkara paling lama 120 hari kalender sejak perkara diterima oleh majelis sampai dikirim ke pengadilan pengaju.
Sedangkan pada 2023 honorarium penanganan perkara hanya diberikan atas penyelesaian perkara paling lama 90 hari kalender sejak perkara diterima oleh majelis sampai dikirim ke pengadilan pengaju.
Berdasarkan data Kepaniteraan MA, ia menyebut jumlah perkara 2022 yang diselesaikan paling lama 120 hari sebanyak 20.558 perkara, sedangkan 2023 yang diselesaikan paling lama 90 hari sebanyak 22.341 perkara.
Suharto juga memastikan bahwa pelaksanaan pemberian HPP telah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pada tahun 2023.
"Hasil audit BPK tidak menemukan adanya indikasi penyimpangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," ujar dia.
Sebelumnya, IPW menyebut bahwa kasus tersebut bermula ketika pada 10 Agustus 2021, dikeluarkan penetapan atas Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan No. 55 Tahun 2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi.
MA dituding melakukan tindak pidana korupsi dengan memotong dana HPP Hakim Agung. Begini tanggapan Jubir MA.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News