Soal Isu Korupsi Dana Honorarium, Begini Kata Mahkamah Agung
Menurut Suharto, seluruh Hakim Agung memiliki kesadaran bahwa penanganan perkara merupakan kerja kolektif sehingga mereka bersepakat menyerahkan 40 persen dari bagiannya kepada Tim Pendukung Penanganan Perkara.
Pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian hak tersebut dibuat oleh hakim agung pada awal tahun 2022 bersamaan dengan terbitnya Surat Menteri Keuangan tentang Satuan Biaya Masukan Lainnya (SBML) HPP tahun 2022.
"Seluruh hakim agung telah membuat surat pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya atas HPP dan surat kuasa pendebetan. Dengan demikian, tidak benar ada hakim agung yang melakukan penolakan," ujar dia.
Demi memudahkan proses penyerahan sebagian hak hakim agung atas honorarium penanganan perkara tersebut, lanjut Suharto, para hakim agung membuat kuasa kepada Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk melakukan pendebetan dana dari rekening penerimaan HPP masing-masing.
Menurut dia, MA membantah tudingan IPW bahwa HPP yang didistribusikan kepada penerima hanya sebesar 74,05 persen, sedangkan sisanya sebesar 25,95 persen digunakan oleh pimpinan MA untuk kepentingan pribadi.
Suharto menegaskan bahwa uang honorarium penanganan perkara telah dibagikan secara habis 100 persen kepada penerima alokasi sesuai besaran yang ditetapkan dengan Keputusan Panitera Mahkamah Agung Nomor 2349/PAN/HK.00/XII/2023 pada 5 Desember 2023.
Distribusi honorarium penanganan perkara disesuaikan dengan peran dan tanggung jawabnya terhadap penyelesaian perkara pada MA.
Berdasarkan Keputusan Panitera MA, HPP dialokasikan kepada 43 kelompok penerima yang dikategorikan sebagai majelis hakim sebesar 60 persen, supervisor (7 persen), pendukung teknis yudisial (29 persen) dan pendukung administrasi yudisial (4 persen).
MA dituding melakukan tindak pidana korupsi dengan memotong dana HPP Hakim Agung. Begini tanggapan Jubir MA.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News