Sejarah Klitih di Yogyakarta: Embrio, Motif, dan Para Pelaku
jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Masyarakat yang tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali dibuat resah dengan meningkatnya kasus kejahatan jalanan atau klitih saat bulan Ramadan.
Aksi kejahatan jalanan yang bermula dari tawuran antarremaja telah menewaskan seorang pelajar di Jalan Gedongkuning pada Minggu (3/4) lalu.
Setelah peristiwa itu, polisi berkali-kali telah menggagalkan rencana tawuran antarremaja yang bisa memicu aksi kejahatan jalanan.
Beberapa remaja yang ditangkap polisi kedapatan membawa benda tajam seperti parang, celurit, hingga gir sepeda motor.
Kasus kejahatan jalanan di Yogyakarta sebetulnya hampir setiap tahun terjadi.
Data dari Polda DIY mencatat ada 58 laporan terkait kejahatan jalanan pada 2021. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang terdapat 52 laporan.
Menurut sosiolog dari Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta Dr. Mukhijab, embrio kasus kejahatan jalanan oleh geng pelajar sudah ada sejak era 80-an.
Dari tahun ke tahun memiliki pola yang sama, yaitu melakukan tindak kekerasan sehingga membuat korbannya luka sampai meninggal dunia.
Kejahatan jalanan atau klitih kembali marak di Yogyakarta. Bagaimana sebetulnya sejarah klitih di Kota Pelajar? Apa cikal bakalnya dan motifnya?
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News