Waduh, 67,7 Persen Konten Keagamaan di Dunia Maya Terdeteksi Intoleran
Berkat kemauan para penceramah moderat untuk hadir di dunia maya, ujar Nurwakhid, membuat indeks potensi radikalisme di Indonesia turun menjadi 12,2 persen pada 2020.
Padahal, hasil surve tiga tahun sebelumnya masih menunjukkan bahwa indeks radikalisme di Indonesia berada di angka 55,2 persen.
Selain itu, indeks risiko terorisme (IRT) pada 2021 juga telah turun menjadi 52,22 persen atau melampaui target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang sebesar 54,36 persen.
Menurut Nurwakhid, munculnya paham radikal selalu diawali dengan sikap eksklusif dan intoleran terhadap keragaman.
"Radikal atau ekstrem ciri-cirinya biasanya mengkafirkan mereka yang berbeda, tidak hanya beda agama, tapi beda kelompok, beda paham, bahkan sesama agama pun dikafir-kafirkan," ujar dia.
Radikalisme, kata dia, sejatinya adalah fase menuju terorisme sebab radikalisme adalah paham yang menjiwai semua aksi terorisme.
Oleh karena itu, Nurwakhid mengajak semua pihak untuk membentengi keluarga, lingkungan dan masyarakat dari paham radikal.
"Membentengi dari paham-paham asing yang bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Di samping itu memperkuat kecintaan terhadap Tanah Air dan ideologi bangsa yaitu Pancasila," ujar dia. (antara/jpnn)
Menurut BNPT, dunia maya menjadi sara paling digunakan oleh penceramah intoleran untuk menyebarkan paham radikalisme.
Redaktur & Reporter : Januardi Husin
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News