Dear Polisi, jangan Hanya Tangkap Pelaku Klitih, Ada yang Lebih Penting
Hal itu dapat dilihat dari adanya persiapan membawa senjata tajam, pembagian tugas antara yang mengemudi sepeda motor dan yang mengeksekusi sasaran, hingga antisipasi ketika ada patroli kepolisian.
"Di balik mereka, ada yang mencuci otak dan mengompori. Jika mereka murni (kenakalan remaja) sepertinya tidak mungkin bisa membuat celurit sendiri dan membuat pedang agar ayunan menjadi ringan," tutur dia.
Oleh sebab itu, menurut Suprapto, aparat penegak hukum perlu memutus rantai kejahatan jalanan oleh kalangan remaja ini dengan menelusuri pihak-pihak yang ada di balik tindakan kriminal itu.
Menurut dia, ada aktor senior di belakang para pelaku sehingga membuat mereka berani melakukan aksi kekerasan di jalanan.
Di sisi lain, aksi klitih juga muncul karena adanya faktor ketidakpedulian orang tua terhadap aktivitas anak-anak mereka.
"Ini kan selalu terjadinya dini hari. Harusnya orang tua mempertanyakan anaknya pukul 12 malam ke atas di mana, sama siapa, ngapain. Ternyata banyak yang tidak peduli," ucap Suprapto.
Sebelumnya, pada Minggu (3/4) seorang pelajar di SMA Muhammadiyah 2 tewas terkena sabetan benda tajam oleh pelaku kejahatan jalanan di Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta.
Korban sempat dilarikan ke RSUP Hardjolukito oleh petugas Direktorat Sabhara Polda DIY yang sedang berpatroli, namun nyawanya tak tertolong. (Antara/mar3/jpnn)
Sosiolog UGM berpendapat bahwa polisi harus membongkar jaringan klitih di Yogyakarta. Tidak cukup hanya menangkap pelaku setiap kali ada kejadian klitih.
Redaktur & Reporter : Januardi Husin
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News