Ramai Isu Pemakzulan Gibran, Begini Kata Pakar Hukum UGM

jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menuai sorotan publik.
Menurut pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona, permintaan pemberhentian wapres yang dilontarkan Forum Purnawirawan TNI kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) masih lemah secara hukum.
Dia menyebut pemakzulan harus berjalan berdasarkan ketentuan konstitusional.
“Argumen-argumennya juga tidak begitu solid secara hukum. Belum tentu ini memang satu proses hukum yang sedang digulirkan, tetapi bisa jadi proses politik yang justru menjadikan spotlight pemberitaan media terarah kepada Wakil Presiden Gibran,” katanya, Rabu (30/4).
Mekanisme pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden telah diatur secara tegas dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal tersebut berbunyi bahwa presiden dan/atau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
“Kalau dikaitkan dengan impeachment clauses itu yang ada di Pasal 7A, kami tidak melihat mana cantelan yang akan dipakai untuk memberhentikan Gibran sampai hari ini,” kata Yance.
Yance menjelaskan MPR bukan pintu masuk dalam proses pemakzulan, melainkan terletak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Upaya pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menuai sorotan publik, begini penjelasan dari mata hukum.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News