Kisah Takjil Gulai Kambing di Masjid Gedhe Kauman
Sore itu, disiapkan sebanyak 1.500 bungkus nasi gulai kambing. Seiring terus meningkatnya jemaah yang datang, jumlah porsi gulai kambing pun terus ditambah setiap tahun.
Tak seperti pekan sebelumnya, porsi takjil masih tersisa belasan. Seusai salat magrib, pengurus pun mempersilakan jemaah kembali mengambil untuk dibawa pulang.
Sejarah Takjil Gulai Kambing
Ketua Takmir Masjid Gedhe Kauman Azman Latif tidak tahu pasti kapan tradisi buka puasa dengan gulai kambing itu bermula. Menurut dia, sejak 1960-an menu gulai kambing sudah menjadi tradisi khas di masjid yang dibangun pada 1773 itu.
Mengutip laman suaramuhammadiyah.id, ada dua versi berbeda tentang asal muasal tradisi takjil gulai kambing ini. Pertama, bermula dari banyaknya warga yang mengadakan akikah putra-putrinya, yang dagingnya dibagikan untuk santapan berbuka puasa bagi jemaah masjid.
Pengurus masjid mengalokasikan hari Kamis sebagai waktu khusus bagi yang melakukan akikah, akhirnya berkembang menjadi sebuah tradisi baru.
Kedua, tradisi itu dimulai sejak pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dan KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) yang kerap berbagi makanan kepada kaum duafa, berupa menu makanan gulai kambing.
Terlepas kedua versi itu, penyajian menu daging kambing merupakan bentuk membahagiakan orang beribadah. Dengan harapan orang yang beribadah tidak merasa sedih dan susah.
Dalam waktu bersamaan, menu istimewa itu sekaligus menjadi sarana syiar agar makin banyak masyarakat yang tertarik meramaikan atau mengisi Ramadan dengan ibadah dan berkegiatan positif di Masjid Gedhe.
Masjid Gedhe Kauman menyediakan menu takjil gulai kambing setiap Kamis. Menu itu sudah ada sejak 1960 an. Begini kisahnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News