Nasib Sungai Sambas di tengah Hegemoni Perkebunan Sawit

Jumat, 04 Oktober 2024 – 09:05 WIB
Nasib Sungai Sambas di tengah Hegemoni Perkebunan Sawit - JPNN.com Jogja
Ato memasang jaring ikan atau togok di Sungai Sajingan Kecil, Desa Semanga, Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas. Foto: M. Sukron Fitriansyah/JPNN.com

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Barat, perkebunan kelapa sawit di Sambas mengalami perkembangan pesat dari segi penggunaan lahan dibandingkan komoditi lain. Hingga 2023 luas areal perkebunan sawit mencapai 86.168 hektare. Luas areal tersebut naik cukup tinggi dibandingkan data tahun 2015 sebesar 59.586 hektare.

Data Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Sambas pada 2022 mencatat sebanyak 38 perusahaan sawit mengantongi izin di wilayah tersebut. Di Kecamatan Sejangkung sendiri berdiri beberapa perusahaan besar, seperti PT ANI dan PT Wirata Daya Bangun Persada.

Dalam penelitiannya, ECOTON tidak sekadar memantau kualitas air. Mereka turut mengamati aktivitas perusahaan sawit di Sambas. Berdasarkan fakta di lapangan, ECOTON mendapati sejumlah kekurangan maupun pelanggaran yang dilakukan perusahaan, seperti pipa limbah dialirkan ke parit, tongkang pengangkut CPO dibersihkan langsung di sungai hingga penanaman sawit di bantaran Sungai Anas yang bermuara di Sungai Sambas.

Masifnya perluasan perkebunan sawit di Kabupaten Sambas mengancam kehidupan akuatik di Sungai Sambas dan mata pencaharian nelayan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Pelestarian Alam Nusantara atau Wapatara menjadi pihak yang paling getol dalam menyuarakan kelestarian lingkungan di Kabupaten Sambas.

Aktivis lingkungan sekaligus mantan pentolan Wapatara Andre Mahyudi banyak melakukan advokasi dan pendampingan kepada masyarakat terdampak limbah sawit. Dalam merespons pencemaran sungai akibat limbah di Desa Semanga, Andre bahkan membawa persoalan ini ke DPRD untuk di bawa ke rapat dengar pendapat (RDP). Pertemuan tersebut mempertemukan warga terdampak, perwakilan perusahaan hingga dinas terkait.

“Waktu RDP itu tidak selesai. Kalau tidak salah ada bagian-bagian yang tidak hadir dari pihak perusahaan sehingga mereka tidak bisa memberikan jawaban relevan sebagai pertanggungjawaban,” kata Andre, Minggu (22/9).

Menurut Andre, perwakilan perusahaan yang hadir kekeuh telah menjalankan pekerjaan mereka sesuai aturan. Selain itu, perusahaan menganggap kesalahan-kesalahan kecil tersebut sudah diperbaiki. Namun, ia menganggap perusahaan selama ini lalai sehingga masyarakat sendiri yang merasakan dampaknya.

“Kami anggap pemerintah dan perusahaan lalai. Dalam kelalaian pasti ada pelanggaran. Akibat kelalaian pasti ada yang dirugikan,” ujarnya.

Sungai Sambas menjadi nadi kehidupan masyarakat Kabupaten Sambas. Namun hadirnya perkebunan sawit mengancam kehidupan akuatik hingga mata pencaharian nelayan.
Facebook JPNN.com Jogja Twitter JPNN.com Jogja Pinterest JPNN.com Jogja Linkedin JPNN.com Jogja Flipboard JPNN.com Jogja Line JPNN.com Jogja JPNN.com Jogja

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News

TERPOPULER

PERIODE:   6 JAM 12 JAM 1 HARI 1 MINGGU

Maaf, saat ini data tidak tersedia