Mengukur Seberapa Penting Ruang Terbuka Hijau Bagi Masyarakat Yogyakarta
Melalui kegiatan seni budaya dan ekonomi tersebut maka keberadaan ruang publik diharapkan mampu menjadi ruh spriritual aktivitas warga dalam bentuk aset tak benda yang memiliki ciri khas dan keunikan wilayah.
Hari Dendi selaku pembawa acara juga menyampaikan bahwa keberadaan sumbu filosofis dari Tugu hingga Panggung Krapyak bisa menjadi ruang publik terpanjang di dunia.
“Ruang publik di sumbu filosofis hendaknya mampu sebagai wahana ekspresi seni budaya, ruang kreatifitas dan ekonomi, pusat budaya dan sains,” turur Hari.
Hari sedikit menyinggung tentang Alun-alun Utara yang saat ini tidak lagi bisa diakses masyarakat seperti dulu.
Dia mengatakan, Pemda DIY hendaknya mencari alternatif pengganti agar masyarakat Yogyakarta tidak merasa kehilangan.
"Kedua tempat diatas (Alun-alun Utara dan Selatan) merupakan bagian dari ikon Yogyakarta sehingga apabila tidak digunakan sebagai ruang publik maka dimungkinkan sulit mencari penggantinya apalagi bila bicara pada sisi spiritual di dua tempat tersebut,” imbuh Hari.
Hal senada juga disampaikan oleh Prof Sudaryono bahwa mencari lahan seluas Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan dapatlah dilakukan namun untuk menjadi ruang publik yang setara dengan kedua tempat tersebut sangatlah sulit, apalagi bila dilihat dari dimensi jiwa yang menjadi aset tak benda.
“Bagi masyarakat, keberadaan Alun-alun tidak hanya dimaknai secara ragawi namun juga jiwa yang terbangun di dalamnya yang telah melekat sebagai brand image,” urai Sudaryono.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) sangat penting bagi masyarakat Yogyakarta untuk mengekspresikan pementasan seni dan budaya serta menunjang perekonomian.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News