Buya Syafii Lebih dari Sekadar Tokoh Muhammadiyah, Keteladanannya Diakui Banyak Orang
Sikap demikian itulah yang menjadikan mantan Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) itu menjadi sosok yang amat dicintai berbagai kalangan.
“Kita bisa melihat betapa Pak Syafii dapat diterima amat sangat luas oleh semua kelompok, baik itu Muslim maupun nonmuslim. Semua komunitas agama saya kira memberikan hormat yang amat sangat tinggi kepada beliau,” kata dia.
Wakil Uskup Urusan Fikep Kategorial Keuskupan Agung Semarang Yohanes Dwi Harsanto atau Romo Santo menceritakan kenangan yang tak pernah ia lupakan dengan Buya Syafii.
Kenangan itu adalah kala peristiwa penyerangan kegiatan ibadah di Gereja Santa Lidwina Bedog Kabupaten Sleman pada 2018.
Almarhum saat itu langsung mengendarai sepeda dari kediamannya dan mengecek kondisi gereja.
“Ketika gereja kami Santa Lidwina Bedog diserang teroris beliau langsung naik sepeda menuju gereja. Beliau malah mendahului saya,” tutur Yohanes.
Bagi Romo Santo, sikap dan komitmen almarhum untuk menjaga hubungan antaragama di Indonesia tetap damai tidak sekadar diutarakan melalui tulisan maupun pidato, melainkan melalui tangan, kaki, dan badan.
“Beliau tokoh Muhammadiyah dan antaragama. Saya merasa beliau bapak penuh perdamaian. Bapak damai, mewartakan damai yang berdamai berdasarkan keadilan dan martabat manusia,” ujar dia.
Tak jauh dari serambi Masjid Gede Kauman, sejumlah biksu dengan mengenakan jubah kuning tampak berdiri khidmat.
Wafatnya Buya Syafii Maarif bukan hanya menjadi duka yang mendalam bagi warga Muhammadiyah. Sosok Buya telah diaui oleh hampir semua golongan di Indonesia.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News