Utak-atik Pasal Defamasi UU ITE, Delik Bermasalah yang Enggan Dihapus
Dia mengatakan keputusan itu sudah sesuai dengan inisiatif pemerintah yang mengusulkan bahwa revisi UU ITE tidak dirombak, tetapi diperbaiki.
“Perlu diingat pemerintah tidak mengusulkan rombak total, tetapi revisi minor. Kalau DPR mau merombak total, pasti (pemerintah) enggak mau,” ujar dia.
Selain itu, jika pasal-pasal krusial dicabut dengan alasan sudah diatur oleh KUHP baru, mereka khawatir akan terjadi kekosongan hukum. Kharis menegaskan bahwa pasal-pasal itu dengan sendirinya akan dicabut setelah KUHP yang baru mulai berlaku pada 2026.
Karena tidak mungkin menghapus pasal-pasal yang sudah diatur di KUHP baru, panja berharap banyak dengan asesmen yang sudah mereka lakukan dengan pihak kepolisian dan kejaksaan.
Pembahasan dengan aparat penegak hukum itu yang cukup alot. Kharis mengatakan banyak kasus-kasus pencemaran nama baik yang sebelumnya tidak terbayangkan, ternyata bisa dijerat oleh UU ITE.
“Makanya kami panggil polisi, langsung penyidiknya yang pintar-pintar. Kami bertanya kenapa pasal ini sangat karet, mereka menjelaskan, ternyata seperti itu konstruksinya. Celah-celah itu yang ingin kami tutup,” ujar dia.
Kharis menolak anggapan bahwa revisi kedua UU ITE tidak menyertakan partisipasi publik. Menurut dia, hampir semua pihak-pihak yang berkepentingan sudah diundang dan didengarkan pendapatnya.
Kharis juga membantah bahwa pemerintah dan DPR mengebut pembahasan revisi UU ITE.
Pasal-pasal bermasalah di UU ITE saat ini sedang direvisi oleh pemerintah dan DPR. Delik defamasi yang jadi momok kebebasan berekspresi diminta diapus.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News