Utak-atik Pasal Defamasi UU ITE, Delik Bermasalah yang Enggan Dihapus
Menurut dia, beberapa rapat panja UU ITE berlangsung tertutup agar informasi yang belum pasti kebenarannya tidak tersebar di publik.
“Biar termonitor dan informasinya tidak keluar. Biarkan kami selesai dahulu, baru diberikan kepada publik. Jika ada yang tidak setuju, silakan dibawa ke Mahkamah Konstitusi,” ujar Dave.
Ketua Panja Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengatakan sudah banyak rapat yang mereka adakan untuk membahas revisi kedua UU ITE. Berdasarkan catatan dari Sekretariat Komisi I DPR RI, rapat dengar pendapat pertama digelar pada 25 Januari 2023.
Sampai dengan masa sidang ditutup, tercatat ada sepuluh kali rapat yang digelar, termasuk rapat panja pemerintah dan DPR yang berlangsung selama tiga pekan.
“Kami sudah mendengar semua masukan. Belum selesai, tetapi pasal-pasal krusial sudah selesai kami bahas,” kata Kharis.
Salah satu rapat paling penting dalam pembahasan UU ITE adalah yang digelar secara maraton dan tertutup di salah satu hotel pada 24 Mei sampai 12 Juli 2023. Menurut Kharis, di rapat itu panja pemerintah dan DPR bertemu dengan banyak pihak yang berkepentingan dalam implementasi UU ITE, seperti kepolisian, kejaksaan, kemenkumham, dan ahli bahasa.
“Kenapa rapat di hotel? Ini untuk kepentingan teknis saja. Kalau tidak di hotel, nanti tidak bisa rapat sampai malam. Beberapa kali kami rapat sampai pukul 01.00 WIB,” katanya.
Berdasarkan hasil rapat yang sudah digelar, kata Kharis, pasal-pasal krusial yang sudah diatur di KUHP tidak akan dihapus dalam UU ITE, termasuk pasal defamasi.
Pasal-pasal bermasalah di UU ITE saat ini sedang direvisi oleh pemerintah dan DPR. Delik defamasi yang jadi momok kebebasan berekspresi diminta diapus.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News