Pascaputusan MK Soal Presidential Threshold, DPR Jangan Bermanuver!
jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan judicial review terhadap pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dalam putusan perkara perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis (2/1) itu, MK membatalkan ketentuan tentang ambang batas minimal 20 persen perolehan kursi di DPR dan 25 persen suara sah untuk mengusung pasangan capres.
Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) mengingatkan agar pemerintah dan DPR RI untuk patuh terhadap putusan MK yang final dan mengikat.
Peneliti PSHK FH UII Retno Widiastuti mengatakan pembentuk undang-undang agar tidak melakukan manuver politik untuk mengingkari putusan tentang presidential threshold.
Pasalnya, setelah putusan MK itu, DPR akan bersama-sama merevisi UU Pemilu.
"DPR agar mempedomani Putusan MK tentang presidential threshold dan tidak melakukan manuver-manuver yang mengingkarinya,” ujar Retno dalam keterangan tertulis pada Jumat (3/1).
Menurut dia, proses revisi UU tersebut harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
Menurut Retno, putusan MK tersebut membawa angin segar bagi pelaksanaan demokrasi dan keteguhan konstitusi di Indonesia.
PHKH UII mengingatkan agar DPR RI tidak bermanuver untuk menyiasati putusan MK tentang ambang batas pencalonan presiden.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News