Utak-atik Pasal Defamasi UU ITE, Delik Bermasalah yang Enggan Dihapus
Silvia mengaku tak mampu lagi menahan diri sehingga dia memutuskan untuk melapor Purwoko dengan delik pencemaran nama baik.
“Klien saya yang sebenarnya adalah orang tua Oki, tetapi Purwoko ini sudah melewati batas. Dia mengatur seolah-olah dia pengacaranya. Saya hanya ingin Purwoko bisa lebih menghormati orang lain,” ucap Silvi.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik juga pernah menjerat sastrawan Saut Situmorang. Pada September 2016, Saut divonis bersalah oleh Pengadilan Jakarta Timur karena dianggap menghina Fatim Hamama di media sosial Facebook.
Saut tidak ditahan, tetapi menjalani hukuman percobaan selama lima bulan.
Kepada JPNN, Saut mengaku dikriminalisasi dengan adanya pasal karet di UU ITE. Kasus tersebut bermula saat Saut marah dengan terbitnya buku berjudul 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.
Sastrawan asal Sumatera Utara itu tidak setuju dengan pencantuman nama Denny JA sebagai salah satu sastrawan berpengaruh di Indonesia.
Dalam sebuah komentar di Facebook, Saut menulis kata Baji***n. Fatim Hamama, salah seorang yang terlibat dalam buku tersebut, merasa bahwa kata itu adalah makian terhadap dirinya. Fatim Hamama kemudian melaporkan Saut dengan delik pencemaran nama baik.
Di pengadilan, Saut sudah membantah bahwa Baji***n adalah kata makian. Menurut dia, ahli bahasa yang dihadirkan oleh jaksa pun tidak bisa membuktikan bahwa kata tersebut bermakna tunggal sebagai sebuah makian dan penghinaan.
Pasal-pasal bermasalah di UU ITE saat ini sedang direvisi oleh pemerintah dan DPR. Delik defamasi yang jadi momok kebebasan berekspresi diminta diapus.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News