2 Wilayah di Gunungkidul Dilarang Memasok Kurban, Masih Zona Merah Antraks

Namun, karena sifat penyakit ini yang membutuhkan penanganan jangka panjang dan berisiko tinggi menular, pemerintah masih memberlakukan larangan distribusi hewan dari wilayah tersebut sebagai langkah antisipatif.
"Antraks itu beda dengan penyakit mulut dan kuku. Butuh penanganan jangka panjang dan komprehensif supaya ini tidak menyebar ke daerah-daerah lain," ujar dia.
Menurut Syam, vaksinasi terhadap ternak di wilayah terdampak masih terus dilakukan. Namun, cakupannya baru mencapai sekitar 70 persen dari target, lantaran sebagian peternak menolak ternaknya divaksin.
"Peternak sering kali menolak jika kasusnya sudah landai. Mereka takut efek samping vaksin. Ini membuat realisasi vaksinasi belum maksimal," kata Syam.
Pemerintah menargetkan vaksinasi tahap pertama di wilayah itu tuntas pada Mei 2025. Padahal, vaksinasi idealnya dilakukan dua kali dalam setahun dan sudah dijadwalkan ulang pada Agustus hingga September 2025.
Selain vaksinasi dan pelarangan distribusi hewan dari zona merah, DPKP DIY bersama kabupaten/kota juga memperketat pengawasan di pos lalu lintas ternak serta tempat penampungan dan pasar hewan.
DPKP mencatat, kebutuhan kurban di DIY pada 2025 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Jika pada 2024 kebutuhannya mencapai 78.876 ekor, tahun ini diperkirakan meningkat menjadi 84.017 ekor. Jumlah itu mencakup sapi, kambing, dan domba.
Dua wilayah di Gunungkidul dilarang untuk memasok daging kurban karena masih berstatus zona merah antraks.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News