Utak-atik Pasal Defamasi UU ITE, Delik Bermasalah yang Enggan Dihapus
Polemik partisipasi publik di revisi kedua UU ITE kali ini juga membuat beberapa lembaga sipil membentuk Koalisi Serius Revisi UU ITE. Koalisi itu mendesak agar pemerintah dan DPR berani untuk mencabut pasal-pasal bermasalah di UU ITE, salah satunya pasal pencemaran nama baik.
Koalisi itu mengingatkan bahwa banyak pasal-pasal di UU ITE yang sudah diatur cukup jelas di KUHP yang baru, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU Pelindungan Data Pribadi.
Beberapa pasal itu, misalnya Pasal 26 ayat (3) tentang penghapusan informasi tidak relevan , Pasal 27 ayat (1) tentang Kesusilaan, Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik, Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian, Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 36, Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (3), Pasal 45A ayat (2), Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 51 ayat (2).
Koalisi meminta agar pembahasan revisi kedua UU ITE tidak dilakukan terburu-buru untuk memastikan publik dilibatkan secara bermakna. Aspirasinya didengar dan diakomodasi.
“Kekhawatiran ini muncul karena proses revisi UU ITE dilakukan secara tertutup tanpa ada ruang bagi publik untuk mengawasinya. Sekalipun perwakilan masyarakat sipil memang pernah diundang dalam RDPU oleh Komisi I DPR RI, tetapi selanjutnya publik tidak dapat mengetahui sejauh mana masukan dari kelompok masyarakat sipil diakomodasi oleh DPR dalam rapat-rapat pembahasan,” demikian bunyi rilis yang disampaikan oleh Koalisi Serius Revisi UU ITE pada 17 Agustus 2023.
Arbain mengatakan partisipasi publik berarti pendapat masyarakat didengarkan, dipertimbangkan dan dirumuskan.
Proses pembentukan undang-undang yang baik, menurut dia, harus memberi ruang kepada publik untuk protes terhadap substansi yang sudah disusun dalam draf sementara.
“Ketika mekanisme hak publik tadi tidak ada, agak berat kita mau berharap undang-undang yang dihasilkan akan baik,” ucap dia.
Pasal-pasal bermasalah di UU ITE saat ini sedang direvisi oleh pemerintah dan DPR. Delik defamasi yang jadi momok kebebasan berekspresi diminta diapus.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News