Utak-atik Pasal Defamasi UU ITE, Delik Bermasalah yang Enggan Dihapus
Revisi pertama UU ITE terjadi pada 2016, sementara saat ini sedang berlangsung revisi kedua.
Revisi pertama UU ITE menghasilkan beberapa perbaikan, misalnya mengubah delik umum menjadi delik aduan, menurunkan masa hukuman, dan memperbaiki beberapa pasal yang dianggap multitafsir atau yang sering disebut bersifat karet.
Keputusan pemerintah dan DPR untuk merevisi UU ITE pada 2016 berangkat dari maraknya penggunaan delik pencemaran nama baik yang mengkriminalisasi orang-orang untuk berpendapat di muka umum.
Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Perkumpulan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara atau SAFEnet mengungkapkan bahwa sejak 2008 sampai 2016, ada lebih dari 150 laporan menggunakan UU ITE yang menyasar kebebasan berekspresi.
Sebagian besar menggunakan pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik.
Revisi pertama ternyata belum mampu menjawab tuntutan publik agar UU ITE tidak salah digunakan, baik oleh masyarakat atau aparat penegak hukum. SAFEnet mencatat bahwa penggunaan pasal-pasal karet di UU ITE justru makin masif setelah revisi pada 2016.
Pasal-pasal bermasalah di UU ITE saat ini sedang direvisi oleh pemerintah dan DPR. Delik defamasi yang jadi momok kebebasan berekspresi diminta diapus.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News