Ternyata, Ada Aturan yang Diduga jadi Pemicu Sekolah Menerapkan Aturan Berjilbab
jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Kasus dugaan pemaksaan berjilbab di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menjadi perhatian banyak pihak dalam sepekan terakhir.
Penonaktifan kepala sekolah dan tiga guru SMAN 1 Banguntapan menjadi cambuk bagi sekolah-sekolah negeri lainnya agar tidak melakukan hal serupa.
Kasus itu tengah diinvestigasi oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY-Jateng.
Berdasarkan telaah yang telah dilakukan oleh Ombudsman DIY-Jateng, ternyata ada satu regulasi yang diduga menjadi pemicu sekolah-sekolah negeri untuk menerapkan aturan berjilbab kepada siswi beragama Islam.
Aturan itu adalah Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan (IASP) Tahun 2020 terbitan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah.
Ketua Ombudsman DIY-Jateng Budhi Masturi mengatakan pada IASP 2020 tercantum indikator tentang perilaku religius siswa dalam aktivitas di sekolah/madrasah pada bagian mutu lulusan.
Level atau poin tertinggi diraih apabila siswa menunjukkan perilaku religius yang membudaya sesuai ajaran agama dan kepercayaan yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari di sekolah/madrasah.
Ombudsman dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menduga bunyi indikator itu dimaknai secara berbeda oleh sekolah di daerah, termasuk SMAN 1 Banguntapan.
Ombudsman menemukan satu regulasi yang diduga sebagai pemicu beberapa sekolah di daerah menerapkan aturan penggunaan jilbab untuk siswi bergama Islam.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News